Peresmian “Monumen Perjuangan di Keboen Radja Panjer” Kebumen – 10 November 2013
Meski dilaksanakan dengan sangat sederhana, Peringatan Hari Pahlawan pada tanggal 10 November 2013 di Makodim 0709/Kebumen berlangsung khidmat, penuh nilai kejuangan serta kepahlawanan dengan diresmikannya “Monumen Perjuangan di Keboen Radja Panjer”. Monumen ini dibangun sebagai penghormatan kepada rakyat dan para pemuda Kebumen yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Pelajar yang melakukan aksi pengambilalihan kekuasaan terhadap pemerintah Jepang di Kebumen. Peristiwa ini dilatarbelakangi sikap Jepang yang masih merasa menguasai pemerintahan hingga waktu penyerahan secara resmi kepada Sekutu sehingga memicu rakyat dan pemuda Kebumen yang tergabung dalam BKR melucuti tentara bersenjata Jepang yang berada dalam kesatrian PETA, Pabrik, Instansi Pamong Praja dan kelembagaan lain yang ada di Kebumen.
Peristiwa pengambilalihan kekuasaan di Kebumen dilakukan pada tanggal 24 Agustus 1945, sehari setelah Seruan Presiden RI Soekarno tertanggal 23 Agustus 1945 mengenai pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Peristiwa yang didahului dengan diplomasi dan didukung oleh pasukan siap tempur apabila mengalami kegagalan ini terjadi di depan Pabrik Minyak Mexolie Kebumen yang digunakan sebagai Markas Kempetai (kini Makodim 0709/Kebumen). Dipimpin oleh eks Chudancho Soedrajat, dengan kekuatan 400 orang bersenjata bambu runcing dan senjata lain, mereka meruntuhkan mental tentara Jepang. Mereka menurunkan bendera Jepang dan menaikkan Merah Putih serta melucuti semua senjata Kempetai. Orang – orang Jepang selanjutnya dimasukkan ke dalam rumah tahanan di penjara Kebumen. Peristiwa pengambilalihan di Panjer – Kebumen ini disusul dengan peristiwa serupa di berbagai wilayah di Banyumas, Purworejo, Magelang, dan sebagainya. Turut dalam peristiwa 24 Agustus 1945 tersebut beberapa pejuang Kebumen lainnya yang tergabung dalam BKR yakni :
- Eks Chudancho (Komandan Kompi) Sarbini
- Eks Shodancho (Komandan Peleton/Komandan Seksi) Soediyono, Soegondo, Dimyati
- Eks Bundancho (Komandan Regu) Pratedjo, Koesni, Kliwon, Soepadi, Soerodjo, Soemarsono, DS. Iskandar, Soekardi, Karsadi, Karsidi, Soepyan, Soerip, Soemari, Soediro, Soepardi, Marikin, Nasikun, Soeparman dan Djoefri
- Eks Gyuhei Badroen Asmara
- Pemuda Satiyo
- Brigadir Polisi Soepodo
- Eks Soedancho Soepardiyo, Chanafie dan Soemrahadi.
Adapun beberapa nama tokoh BKR Kebumen yang terlibat dalam perlucutan di Markas Kempetai pada tanggal 24 Agustus 1945 selanjutnya menjabat sebagai :
- Soedrajat (Letnan Kolonel); Perwira Menengah pada staff MBAD
- Sarbini (Jenderal Purn. TNI-AD); Ketua DPA RI
- Soemrahadi (Mayor Jenderal Purn TNI-AD); Ketua Fraksi ABRI DPR RI
- Dimyati (Mantan Letnan); Mantan Kepala Desa Kebumen
- DS. Iskandar (Letnan Kolonel Purn.)
- Pratedjo (Kolonel Purn.)
- Soepardio (Kolonel Purn.)
- Soemarsono (Letnan I Purn.)
- Soepyan (Mayor Purn.)
- Chanafie (Letnan Kolonel Purn.)
- Satiyo (Letnan Kolonel Purn. SH)
- Badroen Asmara (Kapten)
- Djoefri (Drs.); mantan Direktur Keuangan Depdagri
Di dalam “Monumen Perjuangan di Keboen Radja Panjer” ini terdapat tiga bagian relief yang mengisahkan peristiwa sejarah yang pernah terjadi di area tersebut.
- Bagian tepi kiri adalah relief yang menggambarkan pasukan Mataram dipimpin oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma yang bermarkas di Kebon Raja/ kotaraja Panjer (nama Kabupaten Kebumen sebelum tahun 1832) dalam rangka penyerangannya ke Batavia yang dimulai pada tahun 1628.
- Bagian tengah adalah relief yang menggambarkan rakyat dan pemuda Kebumen yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Pelajar melucuti Tentara Jepang di Markas Kempetai yang berada di depan Kompleks Mexolie pada tanggal 24 Agustus 1945 dipimpin oleh eks Chudancho Soedrajat.
- Bagian tepi kanan adalah relief yang menggambarkan perjuangan pasukan Mataram yang bermarkas di Panjer dalam dua masa kepemimpinan yakni:
- Pangeran Mangkubumi/Sunan Kebanaran (sebelum bergelar Hamengkubuwana I) pada tahun 1746 – 1755
- Pangeran Dipanegara 1825 – 1830 (diteruskan oleh para pejuang lokal Panjer di bawah kepemimpinan Tumenggung Kalapaking IV hingga tahun 1832).
Awalnya banyak pihak yang meragukan monumen tersebut dapat diselesaikan tepat waktu (10 November 2013) mengingat hanya dikerjakan dalam tempo sembilan hari. Kerja keras dan semangat juang TNI yang tinggi serta dukungan dari segenap elemen masyarakat akhirnya mampu menyelesaikan dengan baik monumen perjuangan ini. Sebelum peresmian monumen oleh Dandim Kebumen Letkol Inf. Dany Rakca Andalasawan, S. Ap, Kodim 0709/Kebumen mengadakan pula lomba lukis anak/pelajar bertemakan Hari Pahlawan bertempat di aula Makodim. Tampak pula tokoh masyarakat, mahasiswa dan sekelompok pemuda Kebumen yang tergabung dalam komunitas sepeda onthel (Onthelis Kab. Kebumen) meramaikan kegiatan dengan mengenakan kostum perjuangan tempoe doeloe.
Monumen Perjuangan di Keboen Radja Pandjer dikerjakan oleh tenaga profesional dan seniman Tukino yang berasal dari Gombong. Tokoh Masyarakat Kebumen “Pak Liem Grafika” dan Kapolres Kebumen mendukung penuh pembangunan monumen.
Beberapa bagian dari Monumen Perjuangan di Keboen Radja Pandjer sengaja dibentuk khusus dengan kandungan maksud sebagai berikut:
- 17 (tujuh belas) bambu runcing di atas monumen melambangkan tanggal 17
- Segi 8 (delapan) yang mengelilingi prasasti melambangkan bulan Agustus
- 45 (empat puluh lima) kotak menyerupai benteng melambangkan tahun 1945 sekaligus mengandung makna bahwa peristiwa 24 Agustus 1945 tersebut adalah benteng kedaulatan RI yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Salam Pancasila!
Kebumen, Minggu Pon 10 November 2013
Oleh: Ananda. R
Sumber data:
– Dinas Sejarah Militer Kodam VII/Diponegoro, Rumpun Diponegoro dan Pengabdiannya, Cetakan I; Semarang 1977
– Wawancara Tim Penulisan Sejarah Resimen XX dalam “Gelegar di Bagelen” dengan:
a. Letnan Kolonel (Purn.) Chanafie di Cimahi pada tanggal 9 Januari 1991
b. Mantan Letnan Dimyati di Kebumen pada tanggal 22 Januari 1991
c. Kapten Badroen Asmara dkk di Kebumen pada tanggal 7 Agustus 1991
– Wawancara dengan H. Darmansyah tahun 2011 (eks Seinendan; terakhir Camat Pejagoan)
– A Map of Java, British Administration by Thomas Stamford Raffles, London Published 1817.
– Gedenkschrift van den Oorlog Op Java van 1825 tot 1830, Amsterdam, Johannes Muller, 1847.
– Babad Giyanti, R. Ng. Yasadipura I, Bale Pustaka 1937 Batawi Sentrem.
– Babad Arungbinang Versi Gancaran, Ki Mangoensoeparto, Bale Pustaka, Batavia – C, 1937.
– M.D, Sagimun, Pahlawan Dipanegara Berjuang (Bara Api Kemerdekaan Nan Tak Kunjung Padam), 1956, Jogjakarta, Tjabang Bagian Bahasa, Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta MCMLVII.
– Sejarah Kebumen Dalam Kerangka Sejarah Nasional, Dadiyono Yudoprayitno.
– Sejarah dan Kebudayaan Kebumen, Drs. Sugeng Priyadi, M. Hum, Yogyakarta, Jendela, 2004.
– Kalapaking, Tirto Wenang, R, SEJARAH DINASTI KRAT KALAPAKING 1677 – 1832, Jakarta, Tim DEA, 1997.
– Babad Sruni
– www.kebumen2013.com
selamat buat kita semua…..dengan berdirinya monumen ini..minimal bisa membuka sejarah silam yang dahulu sengaja di kaburkan..faktanya…semoga dengan berdirinya monumen bisa dijadikan awal yang baik untuk generasi selanjutnya agar lebih menghargai dan mau menghargai sejarah lokal kita…….
.
.
.
Rahayu……..salam Pancasila
Ditilik dari waktunya pelucutan senjata Jepang di kebumen jauh lebih awal dari pelucutan senjata Jepang di Surabaya (Sep 1945) dan pertempuran Kotabaru (Okt 1945). Seperti di daerah lain pelucutan senjata Jepang selalu melibatkan satuan polisi istimewa (cikal bakal Brimob), dalam kasus Kebumen diwakili brigadir polisi Soepodo. Karena pada saat itu, hanya satuan polisi istimewa yang masih memegang senjata, sementara tentara PETA sudah dibubarkan dan dilucuti senjatanya 15 Agt 1945. Cudhanco Sarbini yang sebenarnya bertugas di daidan PETA magelang pulang kampung dan bergabung dalam pelucutan senjata di Kebumen (di karesidenan kedu terdapat 4 daidan / batalion PETA). Disinyalir senjata rampasan di Kebumen juga digunakan untuk pelucutan senjata di Magelang, dan kemudian chudanco Sarbini diangkat komandan brigade TKR dengan pangkat Letkol. Ada cerita menarik, setelah terjadi pelucutan senjata di Magelang, Mayor Jendral Junji Nakamura dibawa oleh letkol Sarbini ke Kebumen karena keamanan lebih kondusif. Magelang sendiri menjadi tegang setelah kedatangan sekutu dan NICA. Pemindahan jendral Nakamura ke Kebumen tersebut kemudian dimanfaatkan NICA dengan mengeluarkan isu bahwa jendral Nakamura dipenggal kepalanya oleh pihak Indonesia. Akibatnya pasukan Jepang dari Semarang dipimpin mayor Kido mengamuk membabi buta di Magelang (26 Okt 1945). Saya salut pada saudara, yang terus menggali fakta baru yang memperkaya khazanah historis kita. Sayang sumber dari pelaku sejarah sudah mulai jarang. Salam..
kepada yth Cah Magelang@ trimakasih tambahan informasinya. tentunya ini akan menambah riwayat sejarah pejuangan di kebumen. adalah sebuah jerihpayah dari para pejuang yang sudah purna dan bahkan telah pulang kehadiratNya sehingga tulisan – tulisan mereka ataupun kesaksian2 yang telah terbukukan termasuk darmabakti eks resimen kedu selatan dapat menjadi monumen sejarah yang tak akan hilang dari jiwa dan kepribadian para penerus bangsa. salam Pancasila.
kepolisian jepang saat kemerdekaan diproklamirkan otomatis berubah menjadi kepolisian Indonesia, sementara PETA dibubarkan. begitu mendengar adanya berita radio tentang panggilan masuk BKR, Kepala Polisi Kebumen Ajun Komisaris Soedjono dan Wedana Kota Kebumen Soembono terjun langsung menghubungi bekas Opsir PETA yang berkedudukan di Kebumen agar secepatnya membentuk BKR Kebumen. dalam waktu singkat Eks Shodancho Dimyati menuyusul eks Chudancho Soedrajat dan Sarbini telah dapat dihubungi.kemudian dibentuklah BKR di Kebumen di kantor Polisi Kebumen (sekarang menjadi area pintu keluar Pasar Tumenggungan Kebumen sebelah timur). dalam pembentukan BKR, Kepala Polisi Kebumen Ajun Komisaris Soedjono memberikan bantuan senjata berupa:
5 pucuk pistol buldog,3 pucuk pistol colt kuda, 1 pucuk pistol mauser dan senapan panjang polisi 24 pucuk. senjata ini kekuatan pertama BKR kebumen dalam perlucutan senjata di Kebumen dan di Sumpyuh.
Bupati Kebumen Said Prawirosastro yang juga berasal dari kebumen juga menyerahkan uang jepang sebanyak satu koper (tidak disebutkan jumlahnya) kepada eks shodancho Chanafie selaku Perwira Logistik BKR untuk membiayai BKR.
Bapak saya nama Herman Soesanto, mantan pasukan Daidan PETA MAgelang, sekarang usia 89 tahun, punya cerita yang banyak dan membanggakan anak dan cucu, kalau penulis ingin wawancara, sekarang beliau berdomisili di Manokwari Papua Barat