Gedung Bunder – Markas BPRI dan Banteng ’45
Meskipun telah berdiri BKR di berbagai tempat sebagai wadah perjuangan sesuai dengan seruan Presiden pada 23 Agustus 1945, oganisasi kelaskaran-kelaskaran tetap aktif dan memperkuat diri. Organisasi Kelaskaran yang ada di Kabupaten Kebumen antara lain:
Barisan Pemuda Rakyat Indonesia (BPRI)
Sejak November 1945, atas anjuran Bung Tomo (pemimpin peristiwa 10 November 1945) setelah para pemuda kembali dari pertempuran Surabaya, Barisan Pemuda Rakyat Indonesia (BPRI) berubah nama menjadi Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI).
Di Kebumen, BPRI dipimpin langsung oleh Soekirno dan Koencoro. Dalam pengembangannya, disusunlah Pasukan Laskar Rakyat (PLR) yang dipimpin langsung oleh Soekirno dengan markas di Gedung Bunder (dahulu termasuk wilayah jalan Stasiun, kemudian berubah menjadi jalan Pemuda; Depan Hotel Putra).
Barisan Banteng 45
Barisan Banteng 45 Kebumen dipimpin RM. Syafei dan Moh. Sodik; bermarkas di belakang Gedung Bunder (belakang Markas BPRI). Anggota Banteng 45 kebanyakan berasal dari pemuda-pemuda Gombong. Laskar ini memiliki Markas Besar di Solo yang dipimpin oleh dr. Mawardi.
Artikel dan buku gratis (ebook) lebih lengkapnya bisa anda baca, unduh/download di link Kebumen dan Jejak-Jejak Merah Putih.
Oleh: Ananda. R
Artikel ini juga di publikasikan di blog Karang Taruna Yodataruna – Kelurahan Kebumen
Trims…semua artikel anda sangat berguna untuk menambah wawasan tentang Kebumen tercinta, apalgi saya seorang guru…Saya mau tanya knp Kolopaking memilih makam trahnya di daerah Kalijirek ( Kuncen) dan Arungbinang memilih daerah Kutowinangun ( Buluhpitu )..mksh
Jawaban ini bukan didasarkan pada mitos setempat, akan tetapi keadaan saat itu sesuai data sejarah maupun babad yang ada, jadi mohon maaf jika jawaban kami kurang sesuai dengan yang panjenengan harapkan nantinya.
Kolopaking memilih di Kalijirek makamnya karena daerah itu adalah tempat masa tua para pendahulunya, baik Badranala dan anak anaknya yang lain, sehingga sudah jadi tradisi bahkan sampai sekarang bahwa trah Kolopaking ada di daerah tersebut,awalnya Badranala yang setelah menyerahkan jabatannya kemudian memilih kehidupan tuanya di Gunung Kenap yang daerahnya juga di sekitaran kalijirek (Karangkembang).
Sementara Arungbinang memilih di Kutowinangun karena leluhurnya memang berada di daeah tersebut. Arungbinang sendiri merupakan anak Hanggayuda (anak asli) bin Wuragil, bin Bekel, bin Bumidirjo (Ki Bumi) yang awalnya setelah dari mataram menuju Lerepkebumen dan pindah lagi di Karangkebumen (jadi desa Lundong sekarang) dan makamnya di desa itu pula.
Maka sebagai tradisi selanjutnya kebanyakan ya keturunannya berada di sekitaran itu. Sama halnya keturunan raja Sultan Agung yang memimpin (pengganti tahta) meskipun dari Kerajaan Jogja ataupun Solo semua ketika wafat dimakamkan di Imogiri (awal Sultan Agung membangun makam untuk dirinya sendiri). suatu kebanggaan ketika jasad berkumpul dengan para pendahulu menjadi suatu monumen kekuasaan trah, yang akan berguna pula untuk para penerusnya.
begitu jawaban saya. apabila ada tokoh tokoh yang nyebal/keluar dari adat dan makamnya tidak kumpul dengan pendahulunya dimana sudah ada kompleks makam keluarganya, biasanya karena faktor yang tidak lazim.contoh Amangkurat 1 di Tegal karena meninggal di Banyumas sedangkan saat itu Mataram sedang dikuasai Trunajaya.dsb.
Trims. Salam Pancasila
tolong ksih tau asal usul klapasawit buluspesantren gan
mengenai asal usul klapasawit buluspesantren, kita harus merunut dulu berbagai data setempat , biasanya ada folklore(cerita rakyat) tentang kenapa dinamakan bulus, itupun ada berbagai versi, ada yang katanya santri naik bulus, ada kaitan juga dengan syekh yusuf (ayah zaenal abidin banjursari) dsb. dari semua itu kita kemudian harus cocokan dengan data dan peta kuno, nama bulus itu mulai ada di peta sejak tahun berapa. dari situ nanti baru bisa diambil benang merah mengenai histori suatu tempat. tentang buluspesantren dan klapa sawit, kami belum dapat data lokalnya, cuma perna dengar sekilas adanya santri syekh yusuf dsb.