Soekrad adalah putra dari Syekh Yahman (Saditan Brebes; Syekh Yahman berasal dari Yaman, satu dari tiga bersaudara dimana yang lain menetap di Jakarta dan di Pakistan), Sedangkan Kanafi meski usianya lebih muda, merupakan paman dari Soekrad. Ibunda Soekrad adalah perempuan asli Brebes.

Besama rekan-rekan, keduanya berangkat dengan berjalan kaki menuju Kebumen pada masa Agresi I. Bergabung dalam Batalion II Brigade X SWK Kebumen (Batalion Pendowo) pimpinan Mayor Sudarmo Jayadiwangsa (masuk dalam WK II: Letkol. Ahmad Yani). Pada masa Agresi I, setelah perundingan status Quo Kemit 24 Januari 1948, Soekrad bertugas sebagai PK, penjaga garis demarkasi. Mereka menempati rumah bapak Prawirosumarto timur jembatan Kemit. Soekrad dan Kanafi tinggal di Pejagoan (barat kantor Kecamatan Pejagoan). Setiap menuju Kemit, Soekrad berjalan kaki menempuh Rute Pejagoan – Watulawang – Karanggayam – Kemit.

Foto PK penjaga garis demarkasi, Soekrad (paling kiri).
Foto PK penjaga garis demarkasi, Soekrad (paling kiri).

Soekrad menikahi Marfuah anak dari Haji Basrowi, seorang mandor di pabrik genteng Aboe Ngamar Sokka – Pejagoan. Karena kondisi darurat, maka pernikahan Soekrad dan Marfuah hanya dihadiri oleh rekan-rekan pejuang. Pihak keluarga Syekh Yahman tidak ada yang bisa datang ke Kebumen.

Soekrad tergabung dalam dalam Kompi Gatotkaca (Kompi II) Komandan Kapten Soegiyono (pada masa Agresi II berada di Jatimalang Klirong). Adapun Kanafi masuk dalam Kompi Werkudoro (Kompi I) Komandan Kapten Soemantoro. Sersan Mayor Kanafi yang masih berusia lebih kurang 17 tahun gugur dalam peristiwa Serangan Umum Malam Jumat Kliwon di Gombong pada 10 Februari 1949. Ia yang tergabung dalam Kompi Wekudoro Batalion Pendowo melakukan penyerangan dari arah Semanding. Adapun Soekrad yang tergabung dalam kompi Gatotkaca menyerang dari arah timur. Kompi Gatotkaca mendapat perlawanan hebat dari Belanda yang mengerahkan 16 truk penuh dengan serdadu untuk mengejarnya. Namun kompi Gatotkaca berusaha menghindari pertempuran karena tugasnya menyusul Kompi Irawan pimpinan Soedarsono Bismo (Mbah Bismo Gombong) dari Batalion Sroehardoyo untuk diperbantukan sebagai stoot troep (pasukan pendobrag) dalam Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta. Dalam perjalanan ke Yogyakarta, Kompi Gatotkaca dihadang oleh Belanda di Pituruh (Purworejo). Pasukan kocar – kacir dan banyak jatuh korban. Akhirnya mereka kembali ke Kebumen, sehingga tugas ke Yogyakarta menjadi tertunda.

Pada tanggal 20 April 1949 diadakan sebuah serangan di kota Kebumen. Bangunan- bangunan yang digunakan oleh Belanda dibakar oleh dua regu pasukan. Sejumlah kooperator diculik dan diserahkan kepada CPM. Pasukan lain membuat rintangan – rintangan di jalan dan menembaki pesawat pesawat Belanda yang terbang mengitari Kantor Pos. Keesokan paginya, 21 April 1949 dilakukan penghadangan oleh dua regu TNI yang menempati pos Gunungmujil. Mereka memasang trekbom. Beberapa truk Belanda yang melintas menuju Kemit berhasil dihancurkan. Tidak lama kemudian, datang bala bantuan truk dari arah barat dan timur. Pertempuran berlangsung selama lebih kurang setengah jam. Para pejuang pun mundur. Satu orang pejuang gugur dalam pertempuran tersebut, sedangkan beberapa orang mengalami luka-luka. Tanggal 13 Agustus 1949 mulai diberlakukan gencatan senjata, tetapi kemudian Belanda melakukan serangan terhadap pertahanan RI di Tanuraksan. Menyadari kemungkinan serangan tersebut adalah jebakan, TNI tidak melakukan perlawanan dan menyingkir ke sebelah barat Kali Lukulo. Namun pada saat yang sama, tentara Belanda tewas tertembak oleh anggota TP (Tentara Pelajar) di Mertakanda.
Sesuai keterangan yang tertulis di Taman Makam Pahlawan Kebumen, Soekrad yang pernah mengungsi bersama istrinya di Ndorowati Klirong, gugur pada tanggal 18 Juli 1949. Menurut ahli waris keluarga, Soekrad langsung dimakamkan di Kemitir (kemudian menjadi TMP Argo Dharmoloyo). Latif (Sersan Dua) kawan seperjuangan Soekrad yang juga tinggal di Pejagoan, membawa baju Soekrad dan menyerahkan kepada istrinya yang sedang hamil dua bulan, mengandung anak pertama. Selanjutnya Makam Soekrad dan Kanafi dipindahkan ke TMP baru Argo Dharmoloyo Kebumen di Panjer yang lebih dikenal dengan sebutan Bumi Wira Bhakti. Pemindaham makam-makam dari TMP lama ke TMP baru dimulai pada tahun 1988.

Makam Kanafi di TMP Bumi Wira Bhakti
Makam Kanafi di TMP Bumi Wira Bhakti

 

Makam Soekrad di TMP Bumi Wira Bhakti
Makam Soekrad di TMP Bumi Wira Bhakti

Kemungkinan terjadinya kesalahan penulisan kepangkatan pada nisan Kanafi, Soekrad dan mungkin pejuang-pejuang lain yang gugur pada masa 1947-1949 sangat bisa dimaklumi. Hal tersebut dimungkinkan karena keterbatasan sumber data saat itu, mengingat pada masa Perang Kemerdekaan I dan II banyak aksi bumi hangus termasuk data-data penting berupa arsip-arsip kesatuan. Bahkan banyak pula anggota yang kemudian terpisah dari kesatuannya karena keadaan.

 

Oleh: Ravie Ananda
Kebumen, Sabtu Pahing 25 Juli 2020

https://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2020/07/foto-penjaga-garis-demarkasi-1024x807.jpghttps://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2020/07/foto-penjaga-garis-demarkasi-140x140.jpgAnanda. RSejarahAgresi Militer Belanda di Kebumen,Saksi Sejarah Kemerdekaan IndonesiaSoekrad adalah putra dari Syekh Yahman (Saditan Brebes; Syekh Yahman berasal dari Yaman, satu dari tiga bersaudara dimana yang lain menetap di Jakarta dan di Pakistan), Sedangkan Kanafi meski usianya lebih muda, merupakan paman dari Soekrad. Ibunda Soekrad adalah perempuan asli Brebes. Besama rekan-rekan, keduanya berangkat dengan berjalan kaki menuju...Kembalinya jati diri Bangsa Indonesia yang berpancasila