Berita Proklamasi yang disebarluaskan di kota-kota sampai ke pelosok, baik melalui radio maupun koran-koran mendapat tanggapan hangat dari segenap rakyat Indonesia, termasuk di Kebumen. Tanggapan terutama untuk menyebarkan proklamasi yang berbunyi:

“Hal-hal yang mengenai pemidahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.

Di ibu kota kabupaten Kebumen, berkumpul pegawai, pedagang dan buruh. Golongan inilah yang pertama kali menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan rapat umum pada tanggal 28 Agustus 1945. Pemindahan kekuasaan dari Jepang ke Indonesia dimulai oleh Angkatan Muda yang didirikan oleh buruh-buruh PTT pada Agustus itu. Pengambilalihan milik asing menjadi milik Republik seperti Pabrik Minyak Mexolie di Kebumen, Pabrik Minyak Olvado Karanganyar, Pabrik Tenun di Sruweng, Pabrik Genteng di Pejagoan dilakukan pada bulan September. Pembiayaan untuk Angkatan Muda dan Barisan Keamanan Rakyat (BKR) diusahakan oleh Komite Nasional Indonesia (KNI), suatu badan formil yang diketuai oleh dr. Goelarso. Setelah digantinya Gularso oleh Sugeng, dan Bupati M. Said Prawirosastro oleh Prawotosudibjo, Angkatan Muda menjadi sangat berpengaruh di lingkungan KNI.

Rakyat Kebumen yang terdiri dari berbagai golongan lapisan masyarakat, serentak bersatu dan berkelompok membentuk barisan-barisan, organisasi perjuangan dan kelaskaran sebagai berikut:

  1. Kelompok atau Barisan Bekas Prajurit PETA, di Kebumen dipimpin oleh eks Chudancho M. Sarbini didampingi eks Chudancho  Soedradjat; di Gombong dipimpin eks Chudancho Kaslan Hoedyono Soekamto didampingi eks Shodancho Soedarsono Bismo dan eks Shodancho Slamet Soebyakto. Pada waktu pembentukannya eks Chudancho M. Sarbini memberikan pengarahan.
  2. Kelompok atau Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) dipimpin Kyai Masdoeki, Moh. Syafe’i, Soekirno, dan Koencoro.
  3. Kelompok atau Barisan Hizbullah dipimpin Idroes.
  4. Kelompok atau Ikatan Pelajar (IPI) dipimpin Soehendro Hendarsin.
  5. Kelompok Pemuda (Angkatan Muda) dipimpin Sri Darmadji.
  6. Kelompok Guru Badan Pendidikan Anak (BAPA) dipimpin Aboe Chamid Yoedopranoto.
  7. Kelompok Pegawai Negeri dan Karyawan dipimpin Alip Prawirohardjo dengan nama PERBI ( Persatuan Buruh Indonesia).
  8. Klompok Pemuda Putri (PPI) dipimpin Sri Moelyani.
  9. Kelompok Wanita (PERWARI) dipimpin Ibu Goelarso dan Ibu Mangkoe Soemitro.
  10. Kelompok Palang Merah Indonesia (PMI) dipimpin Dokter Goelarso.

Untuk mengimbangi gerakan dari Angkatan Muda yang merekrut kalangan buruh, beberapa badan lain dari lapisan masyarakat pun terbentuk. Pada bulan Oktober 1945 berdiri AOI, Angkatan Muda Guru Indonesia (AMGRI), dan Barisan Banteng (dari Parisan Pelopor).

Pada bulan November 1945 terbentuk Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI), Barisan Buruh Indonesia (BBI), PERWANI (kemudian PERWARI) GPII, Hizbullah, Laskar Rakyat, Sarekat Tani Republik Indonesia (SATRIA) kemudian menjadi BTI. Pada bulan itulah Angkatan Muda berubah menjadi PESINDO. Ada juga golongan tua yang digerakkan oleh dua orang penghulu yakni Kyai Haji Umar Nasir Candi dan Kyai Haji Makmur Tejasari.

Pada bulan Desember 1945 berdiri Pemuda Puteri Indonesia (PPI), PGRI, dan Muslimat. Sementara itu di Kutowinangun berdiri Laskar Merah, dan di Selang Syarekat Rakyat. Pada bulan Januari 1946 berdiri Pemuda Rakyat sedangkan Februari 1946 Partai Nasional Indonesia.

Susunan KNI yang pada bulan Maret 1946 menjadi Badan Perwakilan Rakyat Kabupaten telah meliputi BTI, PNI, AOI, Parkindo, Laskar Rakyat, PPI, BBI, Hizbullah, Partai Sosialis, Perwari, PBI, Parindo (Partai Rakyat Indonesia), GPII, PRI (Pemuda Republik Indonesia), Masyumi, Muslimat, PKRI (Partai Katolik Republik Indonesia), AOI Puteri, Sabilillah, AMGRI, Pesindo, BBWI (Barisan Buruh Wanita Indonesia).

Dari daftar di atas, terlihat bermacam-macam badan dengan basis sosial sendiri – sendiri. Tampak pula dari masing-masing, ada yang memiliki hubungan vertikal dan nasional serta ada yang hanya lokal. AOI adalah badan lokal yang merekrut penduduk tani dari desa, selain berdasarkan agama. Potensi AOI terutama dalam menghadapi gerakan militer Belanda pada tahun 1947 terbukti dengan diangkatnya Sudjangi sebagai Wakil Ketua Panitia Pertahanan Rakyat Kebumen, mendampingi Ketua, Bupati Sudjono pada bulan Agustus 1947.  

KNI sendiri mengalami perubahan menjadi BPR (Badan Perwakilan Rakyat) yang dibentuk dan diresmikan pada tanggal 4 April 1946. Pada tanggal 4 April 1946 BPRK melangsungkan sidangnya yang pertama kali. Anggota BPRK itu terdiri dari 8 orang wakil organisasi, 26 orang wakil partai politik, dan 22 orang wakil dari masing-masing kecamatan (DHC, 115). Bila dilihat dari anggota KNI maka di Kebumen banyak berdiri organisasi/badan perjuangan/partai. AM dan BKR memegang kendali dari BPRK.

Pada tanggal 28 April 1946 diselenggarakan rapat raksasa di alun-alun Kebumen oleh BPRI. Rapat itu dihadiri oleh wakil BPRI Pusat, yaitu Suteguh dan Wardoyo, dan mendapatkan perhatian yang besar dari rakyat. Rakyat dari seluruh pelosok Kebumen berbondong-bondong menuju alun-alun Kebumen. Mereka membawa cangkul, bambu runcing, atau senjata lainnya. Pada kesempatan itu Wardoyo mengupas Ramalan Joyoboyo untuk membangkitkan semangat rakyat. Beberapa hari setelah Rapat Umum, Bung Karno dan Bung Hatta datang ke Kebumen. Seluruh lapisan rakyat bergembira menyambut Presiden dan wakilnya. Kedatangan kedua pemimpin rakyat itu disambut dengan hujan lebat luar biasa. Padahal waktu itu musim kemarau. Barisan rakyat yang berjejal sepanjang jalan dan lautan manusia di alun-alun rela basah kuyup terguyur hujan. Luar biasa memang. Keajaiban pun terjadi. Begitu presiden dari pendopo kabupaten hendak menuju alun-alun, mendadak hujan yang luar biasa lebatnya reda. Dalam suasana hujan rintik-rintik rakyat dengan tenang dapat mendengarkan wejangan presiden dan wakilnya. Selepas solat Maghrib Bung Karno memberikan gemblengannya di serambi Masjid Besar Kebumen (Suara Merdeka, Album Perjuangan Jateng dan DIY, 6 Juli 1987).

Pada bulan September 1945 di seluruh asistenan (kecamatan) di seluruh Kebumen dibentuk Komite Nasional Indonesia (KNI). Selanjutnya bersama-sama dengan pemuda KNI membantu menjalankan roda pemerintahan di asistenan di samping Asistenan Wedono (Pamong Praja).

Sejarah Berdirinya Angkatan Oemat Islam (AOI)

Inisiatif untuk mendirikan AOI datang dari pemuka – pemuka Islam di kota yakni Moh. Syafe’i, Affandi, dan Saebani yang melihat kegiatan Angkatan Muda sebagai pesaing dalam politik setempat. Hizbullah hanya terbatas pada penduduk kota. Muhammadiyah (Kebumen) yang sudah berdiri sekitar 1930-an tidak berpengaruh di desa. Muhammadiyah sendiri di Kebumen didirikan oleh Kyai Masduki (asal Cilacap). Hizbullah kebanyakan merupakan anggota Muhammadiyah. Satu Kompi Hizbullah Surengpati di bawah Masduki nantinya masuk Batalion Lemah Lanang.

Satu-satunya cara untuk menarik lebih banyak penduduk desa dan petani ialah apabila Kyai Mahfud dari desa Somalangu dapat ditarik. Mendapat undangan itu Kyai Mahfud setuju dengan maksud supaya kalau Pemuda-pemuda berjuang mereka mengetahui niatnya untuk apa mati. Akhirnya pada bulan Oktober 1945 dibentuklah Angkatan Oemat Islam (AOI). Susunan pengurus yang pertama kali adalah sebagai berikut:

  1. Kyai Mahfud (Ketua)
  2. Syafe’i (Wakil Ketua)
  3. Saebani (Penulis)
  4. Affandi (Keuangan).

Tidak lama setelah pembentukan, ranting-ranting AOI berdiri di desa-desa di hampir 22 kecamatan seluruh Kebumen. Ketua-ketua ranting AOI adalah Kyai di desa dan anggotanya merupakan para santri. Penduduk tani di desa menjadi sumber bantuan bahan makanan dan personil. AOI pun segera menjadi badan kelaskaran terkuat di Kebumen.

Pusat Kelaskaran AOI berada di jalan Pemuda, sebelah barat pertigaan jalan Kaswari dengan nomer telepon 44. Beberapa bulan setelah berdiri, atas permintaan Kyai Mahfud, pusat AOI dipindahkan ke Somalangu, sekitar 4 km dari kota. Kepindahan pusat dari kota ke desa itu memiliki arti penting. Cabang-cabang segera berdiri di Purworejo, Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, Temanggung, dan Magelang. Pada Bulan November tahun 1945, AOI sudah ikut dalam Front Sidoarjo Surabaya (Pertempuran 10 November) dan di Magelang dimana mereka mengirim perbekalan dan bahan makanan terlebih dahulu sebelum memberangkatkan pasukan.

AOI yang dipimpin oleh Kyai Mahfud sendiri membuat penduduk lebih banyak tertarik. Moh. Syafei dan Affandi meninggalkan AOI karena tugas-tugas baru, sedangkan Saebani sempat beberapa bulan di Somalangu, kemudian aktif dalam Jawatan Penerangan. Affandi kemudian menjabat sebagai Kepala Departemen Agama pertama di Kebumen. Selain itu, alasan meninggalkan AOI  karena menurut mereka AOI sudah dapat berdiri sendiri.

Pada tahun 1948, AOI ditugaskan membantu keamanan di Kebumen untuk pembersihan sisa-sisa Madiun, mereka juga diserahi tugas TNR dari 123 desa di sebelah utara Kebumen dengan mengangkat 6 Kepenghuluan yang beranggotakan 30 Kyai.

Dalam kepengurusan AOI, bagian kerohanian mempunyai peranan yang besar. Kyai Zamachsyari, Kyai Toifur, Kyai Ahmad Ridho, Kyai Lukman dan Kyai Mahfud secara langsung memegang kendali.

Kesatuan-Kesatuan BP (Bawah Perintah) Resimen XX di Kebumen

Resimen XX Divisi III/Pengeran Diponegoro merupakan komando yang diberi wewenang dan tanggung jawab di wilayah Kedu Selatan. Tercatat kesatuan-kesatuan BP organisasi kelaskaran, organisasi perjuangan di Kebumen sebagai potensi pertahanan antara lain:

  1. Corp Armada (CA) II AL di bawah pimpinan Mayor (AL) Wagiman. Sejak masuk di Kedu Selatan dari Cilacap pada pertengahan tahun 1947, markasnya berada di Kutoarjo dan sebagian kekuatannya di Kebumen.
  2. Corp Tentara Pelajar Kompi 330 Kedu Selatan dipimpin oleh Wiyono. Sejak berdirinya sebagai Ikatan Pelajar, memiliki seksi-seksi:
    1. di Prembun, dipimpin Soewigyo
    2. di Kebumen, dipimpin Sadar Soedarsono
    3. di Karanganyar, dipimpin Soetrisno
    4. di Gombong, dipimpin David Soelistanto
  3. Polisi Negara
    1. di Kebumen dipimpin Ajun Komisaris Soedjono
    2. di Gombong dipimpin Inspektur I Soebiyono
  4. Pamong Praja dipimpin oleh Bupati Kebumen Said, kemudian digantikan oleh Prawoto Soedibyo.
  5. BPRI (Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia) dipimpin oleh Soekirno.
  6. Hizbullah dipimpin oleh Idroes.
  7. Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) dipimpin oleh Sri Darmadji.
  8. AOI (Angkatan Oemat Islam) di Desa Somalangu (Kebumen), dipimpin oleh Kyai Somalangu K.H. Machfoed, Komandan Pasukan AOI ialah H. Noersodik.
  9. Tentara Kereta Api dipimpin Letnan Muda Basoeki.
  10. Pemuda Minyak
    1. di Kebumen (Mexolie), pimpinan Soewarno
    2. di Karanganyar (Olvado), pimpinan Soepomo
  11. PPI (Pemuda Putri Indonesia) pimpinan Sri Moelyani.
  12. PMI (Palang Merah Indonesia) pimpinan dr. Goelarso Sosrohadikoesoemo.
  13. Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia) pimpinan Ibu Goelarso.
  14. Barisan Banteng 45, di Kebumen, pimpinan Moh. Sodik, dan untuk pusat dr. Murwadi.

Berdasarkan Keputusan Presiden tentang berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 3 Juni 1947, dan dimuat dalam Berita Negara Tahun 1947 No. 24 maka selanjutnya hanya ada satu organisasi tentara di Indonesia, yakni Tentara Nasional Indonesia yang merupakan peleburan dari TRI dan badan kelaskaran bersenjata. Laskar-laskar yang tidak dapat dilebur ke dalam TNI selanjutnya ditampung dalam TNI masyarakat.

Beberapa peristiwa pertempuran yang melibatkan AOI di Kebumen pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948)

Satuan Tempur di Kedu Selatan Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II

Di Kedu Selatan terdapat dua Batalion Mobil yaitu :

A. Batalion II Brigade X SWK Kebumen di bawah pimpinan Mayor Soedarmo Jayadiwangsa dengan daerah operasinya kabupaten Kebumen (disebut SWK Kebumen), masuk WK 11/Kedu, di bawah pimpinan Letkol Ahmad Yani. Adapun kesatuan-kesatuan organik di bawah Batalion II yakni;

  1. Staf Batalion (Rahwana), Kepala Staf; Kapten Iskandar.
  2. Kompi I (Kompi Werkudoro), Komandan; Kapten Soemantoro,
  3. Kompi II (Kompi Gatotkoco), Komandan; Kapten Soegiono.
  4. Kompi III (Kompi Antoseno), Komandan; Lettu Moechlis.
  5. Kompi Bantuan (Kompi Anoman), Komandan; Letnan I Tjiptono.

 

B. Batalion III Brigade X SWK Purworejo di bawah pimpinan Mayor Sroehardoyo, dengan daerah operasinya kabupaten Purworejo (SWK Purworejo), masuk WK II/Kedu di bawah pimpinan Letkol Ahmad Yani, Komandan Brigade IX. Adapun kesatuan-kesatuan organik di bawah Batalion III yakni;

  1. Staf Batalion/Kepala Staf; Kapten Soemrahadi.
  2. Kompi I (Kompi Irawan), Komandan; Kapten Soedarsono Bismo.
  3. Kompi II (Kompi Ontoredjo), Komandan; Kapten Sanoesi.
  4. Kompi III (Kompi Boma), Komandan; Kapten Radjiman.
  5. Ki Bantuan (Kompi Sencaki), Komandan; Kapten Soebiandono.

Kesatuan-kesatuan Bersenjata di Kedu Selatan.

Selain kompi-kompi organik Batalion II Brigade X (Batalion Soedarmo) dan Batalion III Brigade X (Batalion Sroehardoyo) terdapat pula kesatuan-kesatuan bersenjata yang taktis operasional di bawah perintah Komando SWK Purworejo untuk Purworejo, dan Komando SWK Kebumen untuk Kebumen. Dalam pelaksanaannya, kesatuan-kesatuan bawah perintah (BP) tersebut di atas telah di bawah perintahkan (di-BP-kan) ke kompi-kompi, antara lain:

  1. Seksi TP dari Kompi 330, di bawah pimpinan Anton Soedjarwo dibawahperintahkan (di-BP-kan) kepada Kompi Sencaki.
  2. Seksi AL dari (CA II) dibawah pimpinan Letnan I AL Soedjarwo dibawahperintahkan (di-BP-kan) kepada Kompi Irawan.
  3. Seksi TP pimpinan Roesmin Noeryadin Kompi 330 Detasemen 30 dibawahperintahkan (di-BP-kan) kepada Kompi Gatotkoco.
  4. Seksi Pasukan Lemah Lanang (AOI) dibawahperintahkan kepada Kapten AL Soeharto dari CA II AL, di bawah Batalion Soedarmo. Hal tersebut dimaksud agar adanya satu komando dalam menghadapi musuh, semua gerakan operasi menjadi terkoordinasi dengan baik, sasaran operasi terarah dan terbagi sehingga mendapatkan kemenangan.

Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II yang dikenal pula sebagai Perang Kemerdekaan II dan oleh rakyat pejuang dikenal sebagai perang total, melibatkan segala potensi perang. Dapat dikatakan bahwa perang total melibatkan rakyat secara keseluruhan. Keterlibatan rakyat antara lain:

  1. Memberikan informasi tentang gerak-gerik musuh.
  2. Menyembunyikan atau melindungi pasukan atau anggota dari gerakan pembersihan dan pengintaian musuh.
  3. Membantu untuk pengangkutan peralatan dan perbekalan dan kegiatan pengawasan.
  4. Menyediakan makanan untuk kesatuan-kesatuan yang bertempur, baik berupa innatura yang dihimpun oleh Pamong Desa, ataupun bantuan langsung berupa makanan di rute perjalanan atau gerakan pasukan.
  5. Pembuatan tank vall, penebangan pohon untuk merintangi kendaraan musuh dan melakukan perusakan jalan dan jembatan.
  6. Memberikan tanda alarm dengan kentongan atau titir bila musuh bergerak memasuki daerah kita.

Agar tidak menguntungkan musuh, segera setelah Agresi Militer II dilancarkanlah aksi (operasi) bumi hangus, baik terhadap gedung-gedung atau bangunan-bangunan, mesiu-mesiu, alat-alat produksi, sarana dan prasarana komunikasi. Operasi ini melibatkan segenap potensi tempur untuk melindungi, potensi teritorial untuk menyiasati dan pengerahan tenaga, potensi pertahanan rakyat untuk membantu dalam pelaksanaannya di lapangan.

Beberapa bangunan penting yang dibumihanguskan baik dengan cara dibakar atau diledakkan pada masa Agresi Militer Belanda II antara lain:

  1. Pendopo dan rumah kediaman Wedana Karanganyar
  2. Pendopo dan rumah kediaman Bupati Kebumen
  3. Pendopo dan rumah kediaman Wedana Kutowinangun
  4. Markas Batalion Terirotial Kedu V/Kebumen
  5. Markas Kompi IV Batalion Teritorial Kedu V di Prembun
  6. Jembatan Kedung Bener di Jatisari Kebumen
  7. Jembatan kereta api di desa Argopeni Kebumen
  8. Jembatan Tembana di desa Kutosari Kebumen
  9. Pabrik Minyak Mexolie Kebumen

Penghadangan Kepedek Kutowinangun

Pada tanggal 19 Desember 1948 di Kepedek Kutowinangun terdapat puing bekas pabrik padi (kini dipakai untuk KUD). Lima anggota AOI bersenjata kareben polisi menghadang konvoi Belanda yang membawa Soewarno (Pimpinan Barisan Pemuda Minyak Mexolie) dengan tembakan. Belanda membalas serangan, tiga AOI gugur dan dua lainnya menghindar ke timur tetapi sebelum sampai di tepi kampung, mereka tertembak oleh senjata mitraliur 12.7 Belanda dan gugur.

Penghadangan Kedung Bener

Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Januari 1949 di desa Jatisari kecamatan Kebumen, tepatnya di jembatan kali Kedung Bener 3 km timur kota Kebumen. Pasukan AL CA Il yang berada di Kedu Selatan sejak Agresi Militer Belanda I, telah memperkuat pertahanan di Front Karanganyar. Dalam menghadapi Agresi Militer Belanda II, pasukan AL CA II dibagi: Grup “A” di bawah pimpinan Kapten Soeharto tetap ditugaskan di daerah Kebumen untuk melakukan infiltrasi dan sabotase terhadap tetap kedudukan musuh di wilayah Kebumen. Group “B” kembali ke pangkalan di Cilacap. Group “C” tetap di Purworejo, dipimpin Mayor AL Wagiman.

Kapten Soeharto juga ditugaskan sebagai Sub SWK dibantu Letnan Badarusamsi dan Letnan Kardiman. la membawahi dua kesatuan bersenjata yakni TNI eks AOI dan TNI eks Hizbullah. Satu serangan yang berhasil yakni ketika melakukan penghadangan konvoi Belanda yang berkekuatan tiga tank dan sejumlah truk yang membawa pasukan. Pasukan TNI terdiri dari satu Seksi AL CA II, satu kompi eks AOI dan satu kompi eks Hizbullah. Mereka berhasil menghancurkan tiga buah truk tentara Belanda dengan menggunakan trekbom, merampas 7 pucuk mortir, 2 pucuk mitraliur 12.7mm dan menawan 7 orang Tentara KNIL. Pada hari berikutnya Kedung Bener digrebeg dan dibakar Belanda.

Jembatan Kedungbener, Desa Jatisari.
Jembatan Kedungbener, Desa Jatisari.

Pertempuran di Pager Kodok Kebumen

Kekalahan Belanda di jembatan kali Kedung Bener desa Jatisari pada awal bulan Januari 1949 nampaknya telah menimbulkan kemarahan besar Belanda. Beberapa hari kemudian sekitar tanggal 10 Januari 1949 patroli Belanda berkekuatan satu kompi bersenjata lengkap menuju Gunung Pager Kodok. Gunung ini dibelah menjadi dua oleh sebuah jalan. AOI (Angkatan Umat Islam) yang berpusat di desa Somalangu yang letaknya di sebelah Gunung Pager Kodok memilih gunung tersebut sebagai basis pertahanan sedangkan jalan Pager Kodok dijadikan titik penghadangan. Di Gunung Pager Kodok terdapat satu Batalion AOI siap bertahan dan menghadang musuh dengan Kompi Mustakim sebagai kompi terdepan.

Monumen pertempuran Pager Kodok, kebumen
Monumen pertempuran Pager Kodok, kebumen

Ketika patroli Belanda bertemu dengan pasukan AOI, pertempuran tak dapat dielakkan lagi. AOI menggunakan taktik supit udang dan dibantu rakyat dengan kentongan gobyoknya membuat Belanda menjadi bingung karena telah terkepung di tengah pasukan AOI. Pertempuran berlangsung sejak pagi pukul 09.00 WIB hingga sore pukul 16.00 WIB. Kompi Mustakim (AOI) dan Kompi Belanda sama-sama kehabisan peluru, sehingga berlanjut dengan perkelahian satu lawan satu. Peristiwa ini terjadi di sebelah utara daerah Gunung Pager Kodok, desa Tanahsari Kebumen. Korban pihak Belanda cukup banyak bahkan hanya tersisa beberapa orang saja. Letnan Mustakim beserta lima prajurit AOI lainnya gugur. Hari berikutnya desa Tanahsari digrebeg dan dibakar Belanda.

Pertempuran Wanayasa

Pada tanggal 23 Pebruari 1949 di Wanayasa patroli Belanda bertempur dengan AOI selama 3 jam. Mereka kembali dengan meninggalkan sepucuk mortir dan sepucuk senapan mesin. Peristiwa itu mengakibatkan 8 orang penduduk tewas.

Kota Kebumen diserbu berturut-turut pada tanggal 8, 9 dan 10 Maret 1949 oleh Batalion Sudarmo, dibantu oleh pasukan Angkatan Oemat Islam (AOI). Kerugian di pihak musuh beberapa puluh orang tewas dan lainnya luka-luka. Di pihak TNI gugur 2 orang dan luka-luka tiga orang; dari AOI 3 orang luka-luka.

Penyerangan Belanda ke Sruni

Pada tanggal 19 Maret 1949 Belanda melakukan penyerangan ke Sruni untuk menghantam pasukan AOI, sedangkan desa Pager Kodok, Bandung, Somalangu, Rawabang, dan Kalirandu diserang dengan cannon. Canonade itu mengakibatkan 10 Prajurit gugur, dan 3 luka-luka, sementara korban penduduk 13 orang tewas dan seorang luka-luka.

Pertempuran Wonosari dan Usaha Pecah-belah

Pada tanggal 11 April 1949 terjadi pertempuran antara Belanda melawan TNI bersama AOI di Wonosari yang mengakibatkan 5 orang pejuang gugur dan 5 orang luka-luka. Pihak AOI tidak mengindahkan provokasi musuh dan terus bahu-membahu berjuang dengan TNI melawan penjajah.

Dalam usahanya memecah belah kita, pada tanggal 23 April 1949, di Kebumen musuh menyerukan dengan pengeras suara supaya anak-anak masuk sekolah kembali dan supaya penduduk rajin menjalankan agama, karena Masyumi, Hizbullah dan AOI adalah sahabat Belanda.

Menurut Sudjangi, selama 8 bulan (1948-1949) AOI melakukan 38 kali pertempuran, 27 kali penyerangan dan 11 kali diserang, sedangkan Sururudin mengatakan, AOI melakukan penghadangan sebanyak 27 kali, penyerangan 12 kali dan 2 kali diserang.

 

Oleh: Ravie Ananda
Jumat Pon, 31 Juli 2020

Sumber:

-Kuntowidjojo dalam Seminar Sedjarah Nasional II, 26 – 29 Agustus 1970 di Jogjakarta “Angkatan Oemat Islam 1945-1949, Beberapa Tjatatan Tentang Pergerakan Nasional (wawancara dengan Kyai Toifur, Kyai Zamach Sjari, Affandi, Saebani, Sururudin, Sudjangi, Sjahlan, Darisman, dan Hanifuddin).

-Gelegar Bagelen

https://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2013/09/monumen-pertempuran-pager-kodok-kebumen2.jpghttps://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2013/09/monumen-pertempuran-pager-kodok-kebumen2-140x140.jpgAnanda. RSejarahCatatan Sejarah Kebumen,Saksi Sejarah Kemerdekaan Indonesia,Tempat-tempat Bersejarah di KebumenBerita Proklamasi yang disebarluaskan di kota-kota sampai ke pelosok, baik melalui radio maupun koran-koran mendapat tanggapan hangat dari segenap rakyat Indonesia, termasuk di Kebumen. Tanggapan terutama untuk menyebarkan proklamasi yang berbunyi: “Hal-hal yang mengenai pemidahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”. Di ibu kota kabupaten...Kembalinya jati diri Bangsa Indonesia yang berpancasila