Suatu tempat di wilayah Roma Kamal (kini masuk Kecamatan Sempor) meski hanya beberapa meter persegi namun memiliki arti besar dalam perjalanan sejarah perjuangan Bangsa. Dalam catatan perang kolonial Belanda “De Java Oorlog” maupun Prancis “Fastes de Militaires” disebutkan bahwa pada tanggal 16 Februari 1830 pihak Belanda yang diwakili oleh Kolonel Clereens pertama kalinya bisa bertemu langsung dengan pemimpin perang Jawa yakni Pangeran Dipanegara untuk berunding. Tempat tersebut berada di Roma Kamal. Pangeran Dipanegara dan para prajurit yang pada saat itu bermarkas di Kejawang (utara Sokka – kini masuk Kecamatan Sruweng) pun menuju tempat yang telah dipilih sebelumnya menaiki kuda istimewa “Kyahi Djaja Tjapa” yang berarti “Busur Kemenangan”. Dalam pertemuan pertama di Roma Kamal, Pangeran Dipanegara menolak berunding dengan Kolonel Clereens karena kedudukannya tidak sederajat dengan Pangeran Dipanegara selaku pimpinan Perang. Beliau hanya mau berunding dengan Jenderal De Kock. Tak kenal menyerah, keesokan harinya, 17 Februari 1830 Kolonel Clereens menyusul Pangeran Dipanegara ke Kejawang dan melakukan perundingan kedua. Perundingan ini membuahkan hasil dimana Pangeran Dipanegara mau berunding dengan Jenderal De Kock dan menyetujui lokasi perundingan di Menoreh (kini Magelang) dengan pertimbangan lokasi ini sebagai titik tengah karena Jenderal De Kock berangkat ke Menoreh dari Batavia melalui Semarang. Inilah rute akhir perjalanan panjang Pangeran Dipanegara menuju meja pengkhianatan setelah kurang lebih 5 tahun melakukan peperangan “Kejawang – Karang Kemiri – Petanahan – Kadilangu – Menoreh”.

Sebuah “batu penambat kuda” Kyahi Djaja Tjapa di Roma Kamal menjadi saksi bisu pertemuan pertama pihak Belanda dengan Pangeran Dipanegara. Meski peristiwa tersebut telah berlalu, kisah keistimewaan Kyahi Djaja Tjapa tak lekang zaman. Budaya baru pun terlahir setelah masa perang Dipanegara. Masyarakat Kebumen khususnya di pesisir selatan mulai akrab dengan budaya “Pacuan Kuda”. Banyak peserta yang meyakini apabila kuda mereka dibawa ke Roma Kamal sebelum bertanding akan mendapatkan daya keistimewaan Kyahi Djaja Tjapa sehingga mendapatkan kemenangan. Tradisi menambatkan kuda pacuan di “Batu Penambat Kyahi Djaja Tjapa” pun terus berlangsung hingga awal kemerdekaan sampai akhirnya batu tersebut roboh dan patah. Tempat bersejarah itu diberi nama “Teropong” berdasarkan pada cerita turun – temurun bahwa tempat tersebut merupakan lokasi pengintaian terhadap pasukan Belanda. Namun seiring dengan berjalannya waktu, terjadi pergeseran pemahaman masyarakat yang menganggap tempat itu sebagai kuburan dimana kemudian dibangun cungkub yang menjadikan makin kaburnya pemahaman sejarah masyarakat saat ini terkait tempat tersebut.

 

Beberapa laporan untuk Jenderal De Kock dalam “De Java Oorlog” perihal Kyahi Djaja Tjapa:

Petikan dari buku De Java Oorlog“Nyai Lurah Setjanama memberitahu bahwa Kuda hitam bernama Kyahi Djaja Tjapa menangis di Gedogan ketika Pangeran Dipanegara akan meninggalkannya. Akhirnya Dipanegara membawa Kyahi Djaja Tjapa turut serta”.

 

Petikan dari buku De Java Oorlog“Dalam suatu keadaan terdesak, Pangeran Dipanegara yang mengenakan sorban dan jubah hitam berada di punggung kuda hitam Kyahi Djaja Tjapa. Ia berhasil meloloskan diri setelah kuda tersebut melopati sungai”.

 

Petikan dari buku De Java Oorlog“Kyahi Djaja Tjapa mengamuk dan berhasil membunuh 29 tentara berkebangsaan Belanda dan beberapa tentara Madura yang mengepungnya dengan senjata dan meriam. Mereka mati tercabik – cabik dan terinjak – injak oleh kaki Djaja Tjapa”.

 

“Pada saat Pangeran Dipanegara terluka parah dalam suatu pertempuran, Kyahi Djaja Tjapa membawanya pergi menjauh dari medan peperangan sehingga ia selamat”.

 

Djaja Tjapa

Suatu malam
Di bawah Lintang Panjer Wengi
Di luar pendopo sederhana
Hitam mu tetap perkasa
Kokohmu penuh semangat kesabaran
Menunggu Tuan yang tengah bertapa
Memohon petunjuk langit

Meski Ragamu melebur
Namamu adalah energi
Tak Hancur seperti materi
Karena Sukmamu Sembrani
Tetap bersama Sang Nyai

*Nostalgia Sasmita Djaja Tjapa Setjanama Pendopo Panjer.

Oleh: Ravie Ananda
Kebumen, Selasa Legi, 7 Maret 2017

https://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2017/03/kyahi-djaja-tjapa-tujungseta-sempor-7.jpghttps://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2017/03/kyahi-djaja-tjapa-tujungseta-sempor-7-140x140.jpgAnanda. RSejarahKuda Pangeran Dipanegara,Pangeran Dipanegara,Perang Dipanegara,Perang Dipanegara di Kabupaten KebumenSuatu tempat di wilayah Roma Kamal (kini masuk Kecamatan Sempor) meski hanya beberapa meter persegi namun memiliki arti besar dalam perjalanan sejarah perjuangan Bangsa. Dalam catatan perang kolonial Belanda “De Java Oorlog” maupun Prancis “Fastes de Militaires” disebutkan bahwa pada tanggal 16 Februari 1830 pihak Belanda yang diwakili oleh...Kembalinya jati diri Bangsa Indonesia yang berpancasila