Embung Cangkring di Kota Atlantis
Embung Cangkring di Kota Atlantis

Embung (Telaga buatan/Waduk Mini) Cangkring merupakan salah satu alternatif wisata di Kabupaten Kebumen. Lokasinya berada di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Wisata ini bersebelahan dengan Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng Tanggul Asih.

 

Embung Cangkring pada awalnya merupakan sebuah pegunungan di Kecamatan Sadang yang sengaja diratakan dan dibuat cekungan. Sementara itu, berbagai jenis material batuan pegunungan hasil galian Embung dimanfaatkan untuk untuk keperluan lain. Bagian inti dari Embung berbentuk Telaga buatan/Waduk Mini dikelilingi pagar besi. Di lokasi ini juga terdapat tugu acuan batas wilayah Kabupaten Kebumen dan Wonosobo. Pemandangan di Embung ini sangat menawan. Sejauh mata memandang kita dimanjakan oleh keindahan panorama alam pegunungan Kebumen – Wonosobo – Banjarnegara yang mengelilingi telaga.

 

Akses menuju lokasi Embung Cangkring ini sangat mudah. Lebih kurang 30 Km ke arah utara dari kota Kebumen melalui jalan utama Mertakanda – Karangsambung – Banjanegara – Wonosobo (sesampainya di jembatan Cangkring desa Sadang Wetan kemudian ambil arah kanan menuju Wonosobo). Didukung oleh fasilitas jalan yang baik, perjalanan melalui perkebunan tebu di puncak perbukitan Kebumen ini menambah kesan tersendiri bagi wisatawan. Untuk sementara kendaraan bisa diparkir di tepi jalan di lokasi Embung Cangkring. Meskipun lokasi ini masih dalam tahap pembenahan dari segi kelengkapan fasilitas, Embung Cangkring benar – benar penuh pesona dan mampu menghipnotis pengunjung layaknya berada di Negeri Atas Angin.

Sisi lain yang wajib diperhatikan pihak Pemerintah, warga dan pengembang dari adanya pembangunan Embung dan bangunan lain di kawasan Sadang adalah:

  1. Lokasi yang diubah menjadi Embung adalah perbukitan Sadang yang sebetulnya merupakan Cagar Alam Geologi. Adanya ekplorasi bukit tersebut baik dari batuannya, pohon – pohonnya (kayu), tanahnya hingga pengubahan lahan sisa eklporasi menjadi proyek baru berupa Embung atau bangunan lain yang tentunya menjadikan keuntungan pihak – pihak tertentu tersebut akan berdampak besar berupa rusaknya struktur tanah, mata air, dan persediaan air tanah di daerah Sadang, serta semakin menipisnya sumber paru – paru bumi Kebumen.
  2. Efek Drilling dan Blasting terhadap lokasi eklporasi tersebut akan menimbulkan retakan struktur bawah tanah hingga batas yang tidak bisa diprediksi. Tentunya ini akan membahayakan, minimal bagi wilayah Sadang dan sekitarnya, terlebih dengan kondisi alam Indonesia yang rawan gempa dan merupakan Sabuk Api Dunia (Ring of Fire).
  3. Sangat diperlukan kesadaran seluruh warga pemilik lokasi eklporasi yang lahannya disewa oleh pihak – pihak tertentu untuk ditambang dan diambil sumber daya alamnya tersebut akan dampak negatif berkepanjangan dari penyewaan lahan yang tentunya akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
  4. Sangat diperlukan Kesadaran Nurani Personal Pemerintah sebagai penentu kebijakan proyek pengembangan wilayah dengan efek permanen yang diakibatkan dari kebijakan tersebut yang pasti akan diwarisi oleh generasi Kebumen selanjutnya.
  5. Pengembangan dan pembangunan sangat penting, akan tetapi hilangnya satu – persatu perbukitan di kawasan Sadang sebagai kawasan cagar alam geologi, paru – paru bumi, dan sumber air tanah sepertinya harus lebih diperhatikan, tidak hanya menitikberatkan pada kemajuan pembangunan fisik dan keuntungan finansial pengembangan semata. Berapapun banyaknya Kas Kekayaan Pemerintah Kabupaten Kebumen yang didapat dari ekploitasi kawasan tersebut tidak akan mampu mengembalikan dan menanggulangi kerusakan alam yang akan diwariskan kepada generasi Kebumen selanjutnya.
  6. Pengubahan tanaman perbukitan Sadang dari Jati menjadi Pinus mengatasnamakan program tertentu jelas berdampak mengurangnya simpanan air tanah, apalagi dengan diubahnya bukit – bukit di daerah itu menjadi Embung dan lain – lain yang jelas mematikan fungsi Ilahiah (alami) dari keberadaan/penciptaan kawasan tersebut.
  7. Pemanfaatan kekayaan dan potensi alam di wilayah Sadang dan sekitarnya yang masuk dalam kategori unik dan langka sebagai bukti situs subduksi lempeng Samudera dan lempeng Benua ratusan juta tahun silam itu menjadi kawasan wisata seharusnya lebih menggunakan pendekatan kebijakan perlindungan dan pelestarian artinya pengembangan wisata di daerah tersebut lebih bergenre wisata alam Cagar Geologi tanpa mengurangi sisi eksotis, kenyamanan, fasilitas pendukung dan pelengkap lainnya (sanitasi, transportasi, dan lain – lain).
  8. Sangat ironis, ketika Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup menginstruksikan untuk mengadakan Konservasi dan Penghijauan Lahan – Lahan Kritis, Pemerintah Daerah Kebumen malah membiarkan kegiatan ekplorasi di lokasi perbukitan Karangsambung dan Sadang.
  9. Penggunaan media terpal di Embung Cangkring memiliki kerawanan karena sangat minim resapan air, sehingga akan membahayakan saat musim hujan tiba dan curah hujan yang tinggi.
  10. Daerah Aliran Sungai Lukula (DAS) merupakan DAS terparah di Kabupaten kebumen, bahkan mungkin di Jawa Tengah.
  11. Perlu diketahui bahwa Jika Sidoarjo adalah sentralnya lumpur dalam tanah, maka Kebumen adalah sentralnya danau air bawah tanah pulau Jawa. Masa jenis dan kepekatan air yang lebih ringan tentunya akan lebih cepat dan mudah bergerak melebihi lumpur Lapindo.

Mari Kita Renungkan Bersama. Rahayu (Oleh: Ananda. R – Kebumen, Selasa Kliwon 14 Agustus 2012)

https://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2012/08/Resize-of-img634.jpghttps://kebumen2013.com/wp-content/uploads/2012/08/Resize-of-img634-140x140.jpgAnanda. RPariwisataTempat berwisata di KebumenEmbung (Telaga buatan/Waduk Mini) Cangkring merupakan salah satu alternatif wisata di Kabupaten Kebumen. Lokasinya berada di Desa Cangkring, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen. Wisata ini bersebelahan dengan Situs Megalitikum Menhir Watu Tumpeng Tanggul Asih.   Embung Cangkring pada awalnya merupakan sebuah pegunungan di Kecamatan Sadang yang sengaja diratakan dan dibuat cekungan. Sementara...Kembalinya jati diri Bangsa Indonesia yang berpancasila